Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Hukum Nasional

Bentuk negara hukum merupakan kendaraan Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bersama yang disepakati oleh bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Untuk menerapkan prinsip negara hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, diperlukan sistem hukum yang kokoh, transparan, dan adil dengan mengacu pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang di dalamnya terkandung Pancasila sebagai cerminan kepribadian jiwa dan pandangan hidup Bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk menciptakan sistem hukum yang adil, efektif, efisien, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat serta sesuai dengan perkembangan zaman agar tercapai tujuan bernegara sbgmn diamanatkan dalam alenia keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 maka perlu dilakukan pembinaan hukum.

Seyogyanya pembinaan hukum tidak hanya diarahkan pada pembentukan hukum saja melainkan juga untuk pengembangan hukum. Pembinaan untuk pembentukan hukum antara lain dilakukan pada pembentukan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, pembinaan hukum dilakukan pasca pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai bentuk kontrol kualitas dan kuantitas dari peraturan perundang-undangan yang telah berlaku di masyarakat. Pembinaan pasca pembentukan peraturan perundang-undangan juaga melingkupi pada pelaksanaan atau penerapannya di masyarakat. Dalam konteks pengembangan hukum, pembinaan hukum dilakukan dengan sumber hukum lainnya yaitu yurisprudensi, perjanjian internasional, dan hukum tidak tertulis.

Pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. Berdasarkan definisi tersebut, pembentukan peraturan perundang-undangan diawali dengan tahap perencanaan dan diakhiri dengan pengundangan. Ini menunjukkan bahwa tidak ada peraturan perundang-undangan yang diundangkan jika tidak ada perencanaannya. Tahap perencanaan memegang peranan penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dari tahap perencanaan dapat terlihat urgensi pembentukan; harmonisasi suatu rancangan peraturan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait baik secara vertical maupun horizontal; implikasi sistem baru yang lahir dari peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk; serta sasaran, arah dan jangkauan pengaturan, dan ruang lingkup materi rancangan peraturan perundang-undangan. Dari tahap perencanaan ini diharapkan dapat mendukung deregulasi dan harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Konsistesi dan komitmen pembentuk peraturan perundang-undangan menjadi penentu dalam menghasilkan perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan yang terpadu, dan sistematis. Untuk menjaga konsistensi pelaksanaan perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan, perlu dilakukan pembinaan hukum

Pada dasarnya peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian dari hukum dibentuk untuk mewujudkan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita sehingga tujuan bernegara dapat terwujud. Untuk memastikan hal tersebut dilakukan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang setelah undang-undang belaku dan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Pemantauan dan peninjauan dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah. Pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang oleh DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan yang khusus menangani bidang legislasi. Pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang oleh DPD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan yang khusus menangani bidang perancangan undang-undang. Pemantauan dan peninjauan terhadap Undang-Undang oleh Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan melibatkan menteri atau kepala lembaga yang terkait. Hasil dari pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang dapat menjadi usul dalam penyusunan prolegnas. Sedangkan terhadap hasil analisis dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan. Seharusnya juga dapat menjadi usulan dalam penyusunan dokumen perencanaan pembentukan peraturan perundang-undangan selain undang-undang. Pengaturan ini tentu akan memperjelas pembinaan analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Terhadap sumber hukum lainnya selain peraturan perundang-undangan, analisis dan evaluasi perlu dilakukan terhadap yurisprudensi, perjanjian internasional, dan hukum tidak tertulis. Analisis dan evaluasi hukum dilakukan untuk mewujudkan ketaatan terhadap hukum dalam suatu negara hukum. Ketaatan harus terinternalisasi pada bangsa Indonesia demi tercapainya pelindungan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hal ini diperkuat dengan pemikiran bahwa arti rechtsstaat dalam negara Indoensia harus sesuai dengan tujuan negara itu sendiri. Rekomendasi analisis dan evaluasi tersebut menjadi dasar dalam pengembangan hukum termasuk pengembangan substansi hukum. Dalam tataran pelaksanaan hukum, kepatuhan hukum dilihat sekedar terhadap peraturan perundang-undangan. Padahal kepatuhan hukum juga dinilai dengan nilai-nilai yang bersumber dari agama (norma agama), yang bersumber dari hati nurani (norma kesusilaan), dan nilai-nilai yang bersumber dari kesepakatan dalam masyarakat (norma kesopanan). Hukum tidak boleh dipahami bersifat mutlak, tetapi harus penuh dengan sentuhan moral dan nurani. Kesadaran hukum yang melahirkan kepatuhan masyarakat dan penyelenggara pemerintahan terhadap hukum harus dibina dengan tepat agar tercapai kepastian, keadilan, dan manfaat pembentukan hukum. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran hukum agar tercapai kepatuhan hukum adalah dengan penyuluhan hukum. Penyuluhan hukum ini dilakukan melalui suatu sistem penyuluhan hukum. Dalam sistem hukum penyuluhan hukum ini mencakup subsistem yang terencana, sistematis, dan berkelanjutan. Ketiadaan sistem penyuluhan hukum yang komprehensif berpotensi pada gagalnya pembinaan kesadaran hukum.

Permasalahan yang tidak kalah peliknya pada pembinaan terhadap pelaksanaan hukum adalah pada penyelesaian sengketa, salah satunya dilakukan terhadap paralegal yang mendukung pelaksanaan nonlitigasi sebagai primary legal aid. Dalam penyelesaian sengketa, negara hadir dalam bentuk pemberian pendampingan dan memberikan saluran yang tepat dalam menyelesaikan sengketa tersebut. Pendampingan diberikan melalui skema bantuan hukum. Menurut Pasal 4 Undang-Undang tentang Bantuan hukum, bantuan hukum meliputi masalah hukum keperdataan, pidana, dan tata usaha negara baik litigasi maupun nonlitigasi. Untuk mendorong konsistensi penyelesaian sengketa yang mengutamakan melalui nonlitigasi maka pendampingan kepada penerima bantuan hukum juga diarahkan pada yang mengutamakan penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi. Penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi ini juga selaras dengan budaya bangsa yang menjunjung tinggi musyawarah sebagai media utama dalam menyelesaikan sengketa. Untuk mendukung pelaksanaan nonlitigasi sebagai primary legal aid ini, peran paralegal dalam pemberian bantuan hukum perlu ditingkatkan. Peningkatan peran paralegal mencakup kualitas dan kuantitasnya. Peran paralegal ini bukan mengesampingkan advokat dalam rezim bantuan hukum melainkan membantu advokat dalam memberikan bantuan hukum. Peran paralegal ini dapat dijalankan oleh pemuka adat ataupun kepala desa. Dalam kaitannya dengan konflik regulasi, penyelesaiannya dilakukan salah satunya melalui pengujian oleh lembaga kekuasaan kehakiman yaitu pengujian undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 oleh Mahkamah Konstitusi dan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang oleh Mahkamah Agung. Selain melalui pengujian oleh lembaga kekuasaan kehakiman, Review peraturan perundang-undangan dapat dilakukan oleh pembentuknya sendiri yaitu DPR dan pemerintah/pemerintah daerah. Review peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh pemerintah/pemerintah daerah secara aktif dilakukan dengan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang yang diusulkan oleh pemerintah dan dengan analsisi dan evaluasi peraturan perundang-undangan. Dalam perkembangannya, review peraturan perundang-undangan tergambar dalam mediasi penyelesaian konflik norma/konflik kewenangan yang lahir dari peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan konflik regulasi, Pembinaan hukumnya mencakup penyelenggaraan mediasi penyelesaian konflik norma/konflik kewenangan yang lahir dari peraturan perundang-undangan. Pembinaan dimaksud tentunya menjadi bagian dari upaya penataan terhadap regulasi.

Mendasarkan pada uraian di atas maka perlu disusun Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Hukum Nasional. Naskah akademik dimaksud sebagai dasar dalam penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pembinaan Hukum Nasional.